Monster Bernama Email

“Jangan panik! ” Saya merasa adrenalin melonjak. “Ini hanya 710 email yang belum terbaca!”

Dalam 4 bulan terakhir, situasi yang sama terjadi terus menerus: Inbox saya menjadi monster yang menakutkan. Saya menerima kurang lebih 200 email setiap harinya. Saya merasa khawatir akan melewatkan informasi penting untuk projek. Kemudian, karena 50% email dikirim oleh rekan kerja yang juga berlokasi di Asia pada hari Sabtu dan Minggu antara pukul 1-3 pagi, saya jadi berpikir apakah saya bekerja lebih lambat dari rekan-rekan kerja saya? Apakah saya lebih malas? Akibatnya, saya mengalami burnoutSaya tidak lagi tidur nyenyak di malam hari dan merasa letih setiap saat. Saya membutuhkan breakthrough, terobosan dalam mengatasi email dan kelelahan emosi serta mental saya. 

Saya tertegun ketika membaca ulang Filipi 4:6 yang berkata bahwa janganlah hendaknya kita kuatir tentang apapun juga , tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Tuhan.

Dengan demikian, saya memanjatkan doa “breakthrough”:

  • Mulai dengan ucapkan syukur bahwa keadaan atau sesuatu yang kita butuhkan akan tercapai.
  • Puji Tuhan atas kebesaran-Nya. Saya belajar ketika Tuhan menjadi besar, persoalan kita akan terlihat lebih kecil.
  • Ingatkan Tuhan atas janji-Nya. Alkitab berisi kurang lebih 5000 janji Tuhan. Untuk kasus ‘monster’ saya, saya teringat akan janji Tuhan di Filipi 4: 13 bahwa “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”. 
  • Nyatakan keinginan kita secara spesifik kepada Tuhan. Berbekal janji Tuhan di atas, saya memohon kekuatan dalam mengatasi beban pekerjaan yang memuncak, tips yang jitu dalam mengatasi inbox saya dan kesehatan terlepas dari rasa kekhawatiran yang berlebihan.
  • Santai dan jangan kuatir. 
  • Terakhir, setelah berdoa, timbang dan putuskan untuk Bertindak.

Kembali ke monster saya: saya dulu merasa kurang percaya diri untuk bercerita mengenai kesulitan dalam merespons ratusan email. Saya merasa cemas akan persepsi orang bahwa saya kurang cekatan, kurang pintar dan segala kekurangan lainnya.

Sekarang saya dapat terbuka untuk berbagi mengenai email saya. Contohnya, ketika saya berbagi layar selama teleconference, saya membiarkan rekan-rekan saya melihat Outlook saya berisi ratusan email yang belum terbaca. Saya tidak lagi malu untuk meminta bantuan dari rekan-rekan kerja saya untuk merespons email mereka:

  1. Masukkan nama saya ke “To” atau Tujuan. Rekan kerja saya mengetahui bahwa saya tidak lagi membaca email ketika saya hanya disalin/ di-copy.
  2. Berikan saya tenggat waktu yang jelas untuk merespons email mereka. Untuk email yang saya kirim, saya set tenggat waktu secara otomatis melalui “Due Date Reminder”. Dengan demikian, saya tidak perlu repot untuk menindak-lanjuti email saya.
  3. Siapkan ulasan project secara periodik.
  4. Untuk pekerjaan atau masalah yang mendesak, saya meminta rekan kerja saya untuk booking waktu saya melalui Outlook Meeting Invite. Berbicara di telepon tentu lebih efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah daripada email bolak-balik.

    Puji Tuhan. Walaupun email tetap bertubi-tubi, saya sekarang merasa tentram. I feel like on top of my game again.

Komentar